MONUMEN NASIONAL
JAKARTA
Monumen Nasional adalah obelisk berukuran 132 m (433 kaki) di tengah Lapangan Merdeka, Jakarta Pusat, melambangkan perjuangan untuk Indonesia. Merupakan monumen nasional Republik Indonesia, dibangun untuk memperingati perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Pembangunan dimulai pada tahun 1961 di bawah arahan Presiden Soekarno. Monas dibuka untuk umum pada tahun 1975. Di atasnya terdapat nyala api yang dilapisi dengan kertas emas.
Monumen dan museum buka setiap hari mulai pukul 08.00 hingga 16.00 WIB sepanjang minggu kecuali pada hari Senin saat monumen tutup. Sejak April 2016, monumen juga dibuka pada malam hari, mulai pukul 19.00 hingga 22.00 pada hari Selasa hingga Jumat, dan mulai pukul 19.00 hingga 00.00 pada hari Sabtu dan Minggu.
Setelah pemerintah Indonesia kembali ke Jakarta dari Yogyakarta pada tahun 1950 menyusul pengakuan Belanda atas kemerdekaan Indonesia, Presiden Soekarno mulai merenungkan pembangunan monumen nasional yang sebanding dengan Menara Eiffel di alun-alun depan Istana Kepresidenan.
Pada tanggal 17 Agustus 1954 dibentuk Panitia Monumen Nasional dan diadakan lomba desain pada tahun 1955. Lomba ini menarik 51 peserta, namun hanya satu desain karya Frederich Silaban yang memenuhi kriteria yang ditentukan panitia, termasuk mencerminkan karakter Dalam bangunan Indonesia mampu bertahan selama berabad-abad. Kompetisi ulangan diadakan pada tahun 1960, tetapi sekali lagi, tidak satupun dari 136 entri yang memenuhi kriteria.
Ketua tim juri kemudian meminta Silaban untuk menunjukkan desainnya kepada Soekarno. Namun, Sukarno tidak menyukai desain tersebut karena ia ingin monumen tersebut berbentuk lingga dan yoni. Silaban diminta untuk merancang sebuah monumen seperti itu, tetapi rancangannya adalah untuk sebuah monumen yang begitu besar sehingga tidak terjangkau mengingat kondisi ekonomi saat itu.
Silaban menolak untuk merancang monumen yang lebih kecil, menyarankan agar pembangunan ditunda sampai ekonomi Indonesia membaik. Soekarno kemudian bertanya kepada arsitek R.M. Soedarsono untuk melanjutkan desainnya. Soedarsono memasukkan angka 17, 8, dan 45, mewakili Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, dalam dimensi tugu.
KONSTRUKSI
Pembangunan Monas berlangsung dalam tiga tahap. Periode pertama, dari 1961 / 1962–1964 / 1965 dimulai dengan dimulainya pembangunan secara resmi pada 17 Agustus 1961 dengan Sukarno secara seremonial mengendarai tiang beton pertama.
Sebanyak 284 tiang pancang digunakan untuk pondasi blok. 360 tumpukan lagi didorong untuk fondasi museum, dengan pekerjaan selesai pada Maret 1962. Dinding museum di pangkalan selesai pada bulan Oktober. Pembangunan obelisk kemudian dimulai dan selesai pada Agustus 1963. Pekerjaan tahap kedua, dari 1966 hingga 1968, tertunda karena kekurangan dana dan akibat dari upaya kudeta Gerakan 30 September.
Pada fase terakhir, dari 1969–1976, diorama museum sejarah ditambahkan. Masalah tetap ada setelah konstruksi selesai, dan pekerjaan diperlukan untuk mengatasi masalah kebocoran air ke museum. Monas resmi dibuka untuk umum pada 12 Juli 1975.
Lokasi Monas dikenal sebagai Lapangan Merdeka.
DESAIN MONUMEN
Tugu yang menjulang tinggi tersebut merupakan perwujudan dari filosofi Lingga dan Yoni. Lingga menyerupai alu padi dan yoni menyerupai lesung lesung beras, dua alat tradisional Indonesia yang penting. Lingga dan Yoni juga melambangkan keharmonisan, keseimbangan, kesuburan dan kehidupan abadi dengan lambang lingga lingga yang melambangkan kejantanan, unsur positif, dan siang hari serta lambang yoni organ kewanitaan melambangkan feminitas, unsur negatif, dan malam.
Itu juga menyerupai mekarnya Amorphophallus titanum yang terkenal, asli Indonesia. Patung fiberglass Amorphophallus dan Rafflesia pernah dipasang di sekitar monumen.
Monumen ini terdiri dari obelisk 117,7m di atas platform persegi 45m dengan ketinggian 17m, halaman piala. Obelisk itu sendiri dilapisi dengan marmer Italia.
Kolam sebelah utara berukuran 25 × 25 m dirancang untuk mendinginkan air untuk sistem tata udara di Monas sekaligus untuk menambah keindahan kawasan sekitarnya. Di sebelah utara terdapat patung pahlawan nasional Indonesia Pangeran Diponegoro karya pematung Italia Cobertaldo.
RELIEF SEJARAH INDONESIA
Di halaman luar di sekitar Monas terdapat relief sejarah Indonesia. Ceritanya dimulai di sudut timur laut dan menggambarkan peristiwa selama era seperti kerajaan Singhasari dan Majapahit. Relief membentang di sepanjang empat dinding yang menunjukkan kolonialisasi Eropa di kepulauan Indonesia, berbagai pemberontakan lokal yang populer, organisasi Indonesia modern di awal abad ke-20, pendudukan Jepang pada Perang Dunia II, Proklamasi Kemerdekaan, dan perkembangan pasca kemerdekaan. Relief tersebut terbuat dari semen yang sudah dicetak meski beberapa arca rusak dan lapuk akibat pelapukan.
MUSEUM SEJARAH NASIONAL
Museum Sejarah Nasional Indonesia memiliki pajangan diorama di aula besar berlapis marmer di bawah Monas. Ada total 51 diorama di sekeliling dinding dan di tengah aula.
Diorama dimulai di sudut timur laut, menampilkan pemandangan dari sejarah Indonesia dari awal masa prasejarah Indonesia, pembangunan Borobudur, era Sriwijaya dan Majapahit, diikuti dengan peristiwa-peristiwa dari masa penjajahan Eropa dan pemberontakan melawan Perusahaan Hindia Belanda dan pemerintahan Hindia Belanda.
Diorama terus berlanjut hingga abad ke-20 yang menunjukkan pendudukan Jepang, proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, perjuangan kemerdekaan revolusi Indonesia, dan peristiwa-peristiwa selama era Orde Baru rezim Soeharto.
RUANG KEMERDEKAAN
Ruang Kemerdekaan terletak di dalam piala atau bagian cawan Monas. Aula yang berisi berbagai simbol kemerdekaan ini dapat dicapai melalui tangga spiral di pintu utara dan selatan. Naskah asli Proklamasi Kemerdekaan disimpan dalam kotak kaca di dalam pintu emas perunggu. Di sisi barat tembok bagian dalam. Pintu perunggu mekanis memiliki berat 4 ton dan dilapisi dengan daun emas yang dihiasi gambar bunga Wijaya Kusuma yang melambangkan keabadian, dan bunga teratai yang melambangkan kesucian. Pintu yang dikenal sebagai Gerbang Kemerdekaan dibuka perlahan-lahan saat lagu nasional Padamu Negeri diputar diikuti dengan rekaman Soekarno membacakan teks Proklamasi. Di dinding selatan terdapat patung besar perunggu berlapis emas lambang negara Indonesia seberat 3,5 ton. Di sisi timur ada teks proklamasi dengan huruf perunggu. Semula di sisi timur terpampang bendera paling sakral Indonesia, Sang Saka Merah Putih, yang aslinya dikibarkan pada 17 Agustus 1945. Namun karena rapuh dan kondisinya yang memprihatinkan tidak lagi dipajang. Dinding di sisi utara menampilkan peta kepulauan Indonesia yang dilapisi emas. Ada platform tengah di atas cawan (piala) yang memberikan pengunjung pemandangan dari ketinggian 17 meter. Platform tengah ini dapat diakses melalui lift dalam perjalanan turun dari dek observasi utama (lift berhenti dalam perjalanan turun di cawan untuk memungkinkan pengunjung keluar) atau melalui tangga dari bawah.
PELATARAN PUNCAK DAN API KEMERDEKAAN
Lift di sisi selatan membawa pengunjung ke puncak pelataran di ketinggian 115 meter di atas permukaan tanah. Kapasitas lift sekitar 11 orang. Puncak pelataran dapat menampung sekitar 50 orang. Ada juga tangga untuk digunakan dalam keadaan darurat. Ketinggian total monumen adalah 132 meter. Jarak dari anjungan pandang ke ujung api adalah 17 meter. Tiket ke puncak pelataran adalah Rp.10.000 (dewasa, 2016).
Monas diatapi oleh Api Kemerdekaan perunggu seberat 14,5 ton yang berisi mesin lift. Struktur api perunggu berukuran tinggi 14 meter dan diameter 6 meter, terdiri dari 77 bagian. Awalnya struktur api perunggu ditutupi dengan 35 kg foil emas. Namun, pada peringatan 50 tahun kemerdekaan Indonesia pada tahun 1995, lembaran emas tersebut direkonstruksi dan ditingkatkan menjadi 50 kg kertas emas. Tugu dan nyala api melambangkan perjuangan rakyat Indonesia untuk kemerdekaan.
KUNJUNGAN
Puncak pelataran dan fasilitas lainnya buka setiap hari mulai pukul 08.00-16.00 setiap hari (kecuali hari Senin). Pintu masuk Monas terletak sekitar 100 meter di sebelah utara Monas.
Pengunjung masuk dengan melewati sebuah terowongan yang mengarahkan ke Museum Sejarah Nasional. Ada loket karcis (Rp 5.000 untuk dewasa, Rp 2.000 untuk anak-anak, 2016) di ujung terowongan. Tiket memungkinkan akses ke Museum Sejarah Nasional serta beberapa bagian lain dari area tersebut. Tiket untuk akses ke pelataran puncak dikenakan biaya tambahan Rp 10.000 untuk dewasa (2016) dan dapat dibeli di loket kedua setelah melewati Museum Sejarah Nasional yang menampilkan tampilan diorama.
Yang terbaik adalah datang lebih awal, sebaiknya tiba sebelum pukul 08.00, dan langsung melanjutkan ke lift ke pelataran puncak. Lift memiliki kapasitas mungkin 160 orang per jam sehingga antrian panjang menumpuk dengan cepat. Bagian lain dari monumen, termasuk diorama di Museum Sejarah Nasional, dapat dilihat nanti.
Sejak April 2016, Monas juga buka pada malam hari, mulai pukul 19.00 hingga 22.00 pada hari Selasa hingga Jumat, dan mulai pukul 19.00 hingga 00.00 pada hari Sabtu dan Minggu. Namun, tiket untuk naik ke pelataran puncak terbatas dan waktu kunjungan dibagi dalam beberapa sesi dan dijadwalkan untuk menghindari antrian panjang. Setiap hari, pengelola hanya menjual 1.800 tiket untuk day visit dan 700 tiket night visit ke pelataran puncak.
Sumber: Wikipedia
MONUMEN NASIONAL
JAKARTA
Monumen Nasional adalah obelisk berukuran 132 m (433 kaki) di tengah Lapangan Merdeka, Jakarta Pusat, melambangkan perjuangan untuk Indonesia. Merupakan monumen nasional Republik Indonesia, dibangun untuk memperingati perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Pembangunan dimulai pada tahun 1961 di bawah arahan Presiden Soekarno. Monas dibuka untuk umum pada tahun 1975. Di atasnya terdapat nyala api yang dilapisi dengan kertas emas.
Monumen dan museum buka setiap hari mulai pukul 08.00 hingga 16.00 WIB sepanjang minggu kecuali pada hari Senin saat monumen tutup. Sejak April 2016, monumen juga dibuka pada malam hari, mulai pukul 19.00 hingga 22.00 pada hari Selasa hingga Jumat, dan mulai pukul 19.00 hingga 00.00 pada hari Sabtu dan Minggu.
Setelah pemerintah Indonesia kembali ke Jakarta dari Yogyakarta pada tahun 1950 menyusul pengakuan Belanda atas kemerdekaan Indonesia, Presiden Soekarno mulai merenungkan pembangunan monumen nasional yang sebanding dengan Menara Eiffel di alun-alun depan Istana Kepresidenan.
Pada tanggal 17 Agustus 1954 dibentuk Panitia Monumen Nasional dan diadakan lomba desain pada tahun 1955. Lomba ini menarik 51 peserta, namun hanya satu desain karya Frederich Silaban yang memenuhi kriteria yang ditentukan panitia, termasuk mencerminkan karakter Dalam bangunan Indonesia mampu bertahan selama berabad-abad. Kompetisi ulangan diadakan pada tahun 1960, tetapi sekali lagi, tidak satupun dari 136 entri yang memenuhi kriteria.
Ketua tim juri kemudian meminta Silaban untuk menunjukkan desainnya kepada Soekarno. Namun, Sukarno tidak menyukai desain tersebut karena ia ingin monumen tersebut berbentuk lingga dan yoni. Silaban diminta untuk merancang sebuah monumen seperti itu, tetapi rancangannya adalah untuk sebuah monumen yang begitu besar sehingga tidak terjangkau mengingat kondisi ekonomi saat itu.
Silaban menolak untuk merancang monumen yang lebih kecil, menyarankan agar pembangunan ditunda sampai ekonomi Indonesia membaik. Soekarno kemudian bertanya kepada arsitek R.M. Soedarsono untuk melanjutkan desainnya. Soedarsono memasukkan angka 17, 8, dan 45, mewakili Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, dalam dimensi tugu.
KONSTRUKSI
Pembangunan Monas berlangsung dalam tiga tahap. Periode pertama, dari 1961 / 1962–1964 / 1965 dimulai dengan dimulainya pembangunan secara resmi pada 17 Agustus 1961 dengan Sukarno secara seremonial mengendarai tiang beton pertama.
Sebanyak 284 tiang pancang digunakan untuk pondasi blok. 360 tumpukan lagi didorong untuk fondasi museum, dengan pekerjaan selesai pada Maret 1962. Dinding museum di pangkalan selesai pada bulan Oktober. Pembangunan obelisk kemudian dimulai dan selesai pada Agustus 1963. Pekerjaan tahap kedua, dari 1966 hingga 1968, tertunda karena kekurangan dana dan akibat dari upaya kudeta Gerakan 30 September.
Pada fase terakhir, dari 1969–1976, diorama museum sejarah ditambahkan. Masalah tetap ada setelah konstruksi selesai, dan pekerjaan diperlukan untuk mengatasi masalah kebocoran air ke museum. Monas resmi dibuka untuk umum pada 12 Juli 1975.
Lokasi Monas dikenal sebagai Lapangan Merdeka.
DESAIN MONUMEN
Tugu yang menjulang tinggi tersebut merupakan perwujudan dari filosofi Lingga dan Yoni. Lingga menyerupai alu padi dan yoni menyerupai lesung lesung beras, dua alat tradisional Indonesia yang penting. Lingga dan Yoni juga melambangkan keharmonisan, keseimbangan, kesuburan dan kehidupan abadi dengan lambang lingga lingga yang melambangkan kejantanan, unsur positif, dan siang hari serta lambang yoni organ kewanitaan melambangkan feminitas, unsur negatif, dan malam.
Itu juga menyerupai mekarnya Amorphophallus titanum yang terkenal, asli Indonesia. Patung fiberglass Amorphophallus dan Rafflesia pernah dipasang di sekitar monumen.
Monumen ini terdiri dari obelisk 117,7m di atas platform persegi 45m dengan ketinggian 17m, halaman piala. Obelisk itu sendiri dilapisi dengan marmer Italia.
Kolam sebelah utara berukuran 25 × 25 m dirancang untuk mendinginkan air untuk sistem tata udara di Monas sekaligus untuk menambah keindahan kawasan sekitarnya. Di sebelah utara terdapat patung pahlawan nasional Indonesia Pangeran Diponegoro karya pematung Italia Cobertaldo.
RELIEF SEJARAH INDONESIA
Di halaman luar di sekitar Monas terdapat relief sejarah Indonesia. Ceritanya dimulai di sudut timur laut dan menggambarkan peristiwa selama era seperti kerajaan Singhasari dan Majapahit. Relief membentang di sepanjang empat dinding yang menunjukkan kolonialisasi Eropa di kepulauan Indonesia, berbagai pemberontakan lokal yang populer, organisasi Indonesia modern di awal abad ke-20, pendudukan Jepang pada Perang Dunia II, Proklamasi Kemerdekaan, dan perkembangan pasca kemerdekaan. Relief tersebut terbuat dari semen yang sudah dicetak meski beberapa arca rusak dan lapuk akibat pelapukan.
MUSEUM SEJARAH NASIONAL
Museum Sejarah Nasional Indonesia memiliki pajangan diorama di aula besar berlapis marmer di bawah Monas. Ada total 51 diorama di sekeliling dinding dan di tengah aula.
Diorama dimulai di sudut timur laut, menampilkan pemandangan dari sejarah Indonesia dari awal masa prasejarah Indonesia, pembangunan Borobudur, era Sriwijaya dan Majapahit, diikuti dengan peristiwa-peristiwa dari masa penjajahan Eropa dan pemberontakan melawan Perusahaan Hindia Belanda dan pemerintahan Hindia Belanda.
Diorama terus berlanjut hingga abad ke-20 yang menunjukkan pendudukan Jepang, proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, perjuangan kemerdekaan revolusi Indonesia, dan peristiwa-peristiwa selama era Orde Baru rezim Soeharto.
RUANG KEMERDEKAAN
Ruang Kemerdekaan terletak di dalam piala atau bagian cawan Monas. Aula yang berisi berbagai simbol kemerdekaan ini dapat dicapai melalui tangga spiral di pintu utara dan selatan. Naskah asli Proklamasi Kemerdekaan disimpan dalam kotak kaca di dalam pintu emas perunggu. Di sisi barat tembok bagian dalam. Pintu perunggu mekanis memiliki berat 4 ton dan dilapisi dengan daun emas yang dihiasi gambar bunga Wijaya Kusuma yang melambangkan keabadian, dan bunga teratai yang melambangkan kesucian. Pintu yang dikenal sebagai Gerbang Kemerdekaan dibuka perlahan-lahan saat lagu nasional Padamu Negeri diputar diikuti dengan rekaman Soekarno membacakan teks Proklamasi. Di dinding selatan terdapat patung besar perunggu berlapis emas lambang negara Indonesia seberat 3,5 ton. Di sisi timur ada teks proklamasi dengan huruf perunggu. Semula di sisi timur terpampang bendera paling sakral Indonesia, Sang Saka Merah Putih, yang aslinya dikibarkan pada 17 Agustus 1945. Namun karena rapuh dan kondisinya yang memprihatinkan tidak lagi dipajang. Dinding di sisi utara menampilkan peta kepulauan Indonesia yang dilapisi emas. Ada platform tengah di atas cawan (piala) yang memberikan pengunjung pemandangan dari ketinggian 17 meter. Platform tengah ini dapat diakses melalui lift dalam perjalanan turun dari dek observasi utama (lift berhenti dalam perjalanan turun di cawan untuk memungkinkan pengunjung keluar) atau melalui tangga dari bawah.
PELATARAN PUNCAK DAN API KEMERDEKAAN
Lift di sisi selatan membawa pengunjung ke puncak pelataran di ketinggian 115 meter di atas permukaan tanah. Kapasitas lift sekitar 11 orang. Puncak pelataran dapat menampung sekitar 50 orang. Ada juga tangga untuk digunakan dalam keadaan darurat. Ketinggian total monumen adalah 132 meter. Jarak dari anjungan pandang ke ujung api adalah 17 meter. Tiket ke puncak pelataran adalah Rp.10.000 (dewasa, 2016).
Monas diatapi oleh Api Kemerdekaan perunggu seberat 14,5 ton yang berisi mesin lift. Struktur api perunggu berukuran tinggi 14 meter dan diameter 6 meter, terdiri dari 77 bagian. Awalnya struktur api perunggu ditutupi dengan 35 kg foil emas. Namun, pada peringatan 50 tahun kemerdekaan Indonesia pada tahun 1995, lembaran emas tersebut direkonstruksi dan ditingkatkan menjadi 50 kg kertas emas. Tugu dan nyala api melambangkan perjuangan rakyat Indonesia untuk kemerdekaan.
KUNJUNGAN
Puncak pelataran dan fasilitas lainnya buka setiap hari mulai pukul 08.00-16.00 setiap hari (kecuali hari Senin). Pintu masuk Monas terletak sekitar 100 meter di sebelah utara Monas.
Pengunjung masuk dengan melewati sebuah terowongan yang mengarahkan ke Museum Sejarah Nasional. Ada loket karcis (Rp 5.000 untuk dewasa, Rp 2.000 untuk anak-anak, 2016) di ujung terowongan. Tiket memungkinkan akses ke Museum Sejarah Nasional serta beberapa bagian lain dari area tersebut. Tiket untuk akses ke pelataran puncak dikenakan biaya tambahan Rp 10.000 untuk dewasa (2016) dan dapat dibeli di loket kedua setelah melewati Museum Sejarah Nasional yang menampilkan tampilan diorama.
Yang terbaik adalah datang lebih awal, sebaiknya tiba sebelum pukul 08.00, dan langsung melanjutkan ke lift ke pelataran puncak. Lift memiliki kapasitas mungkin 160 orang per jam sehingga antrian panjang menumpuk dengan cepat. Bagian lain dari monumen, termasuk diorama di Museum Sejarah Nasional, dapat dilihat nanti.
Sejak April 2016, Monas juga buka pada malam hari, mulai pukul 19.00 hingga 22.00 pada hari Selasa hingga Jumat, dan mulai pukul 19.00 hingga 00.00 pada hari Sabtu dan Minggu. Namun, tiket untuk naik ke pelataran puncak terbatas dan waktu kunjungan dibagi dalam beberapa sesi dan dijadwalkan untuk menghindari antrian panjang. Setiap hari, pengelola hanya menjual 1.800 tiket untuk day visit dan 700 tiket night visit ke pelataran puncak.
Sumber: Wikipedia