Jam Gadang
Perancang :Yazid Rajo Mangkuto
Tipe : Menara jam
Tinggi : 26 meter
Biaya pembangunan : 21.000 Gulden
Didedikasikan kepada Sekretaris Fort de Kock (sekarang kota Bukittinggi)
Jam Gadang adalah menara jam yang menjadi penanda Kota Bukittinggi, Sumatra Barat, Indonesia. Menara jam ini memiliki jam dengan ukuran besar di empat sisinya sehingga dinamakan Jam Gadang, sebutan bahasa Minangkabau yang berarti "jam besar".
Jam Gadang menjadi lokasi peristiwa penting pada masa sekitar kemerdekaan Indonesia, seperti pengibaran bendera merah putih (1945), Demonstrasi Nasi Bungkus (1950), dan pembunuhan 187 penduduk setempat oleh militer Indonesia atas tuduhan terlibat Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (1959).
Jam Gadang telah dijadikan sebagai objek wisata dengan diperluasnya taman di sekitarnya. Taman tersebut menjadi ruang interaksi masyarakat baik pada hari kerja maupun pada hari libur. Acara-acara yang sifatnya umum biasanya diselenggarakan di sini.
Sejarah
Jam Gadang dibangun pada 1926–1927[4] atas inisiatif Hendrik Roelof Rookmaaker, controleur atau sekretaris kota Fort deKock (sekarang Kota Bukittinggi) pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Jamnya merupakan hadiah dari Ratu Belanda Wilhelmina. Seorang arsitek asal Koto Gadang, Yazid Rajo Mangkuto bertindak sebagai penanggung jawab pembangunan,sementara pelaksana pembangunan ditangani oleh Haji Moran dengan mandornya St.Gigi Ameh.
Peletakan batu pertama pembangunan dilakukan oleh putra pertama Rookmaker yang pada saat itu masih berusia enam tahun.Pembangunannya menghabiskan biaya sekitar 15.000 Gulden di luar biaya upah pekerja sebesar 6.000 Gulden.Biaya itu bersumber dari Pasar Fonds, badan pengelola dan pengumpul pajak atas pasar-pasar di Bukittinggi. Pada Februari1927, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Andries Cornelies Dirk de Graeff meninjau pembangunan Jam Gadang dalam kunjungannya ke Fort de Kock .
Sejak didirikan, menara jam ini telah mengalami tiga kali perubahan pada bentuk atapnya. Awal didirikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda, atapnya berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap kearah timur di atasnya. Bentuk ini sebagai sindiran agar orang Kurai, Banuhampu,sampai Sungai Puar bangun pagi apabila ayam sudah berkokok.
Pada masa pendudukan Jepang, bentuk atap diubah menyerupai Kuil Shinto. Pada 1953, setelah Indonesia merdeka, atap pada Jam Gadang diubah menjadi bentuk gonjong atau atap pada rumah adat Minangkabau,Rumah Gadang.
Struktur
Ukuran dasar bangunan Jam Gadang yaitu 6,5 x 6,5meter, ditambah dengan ukuran dasar tangga selebar 4 meter, sehingga ukuran dasar bangunan keseluruhan 6,5 x 10,5 meter.Bagian dalam menara jam terdiri dari lima tingkat, dengan tingkat teratas merupakan tempat penyimpanan bandul.
Terdapat empat jam dengan diameter masing-masing 80 cm pada Jam Gadang. Jam tersebut digerakkan secara mekanik oleh mesin yang didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda melalui pelabuhan Teluk Bayur.Mesin jam dan permukaan jam terletak pada satu tingkat di bawah tingkat paling atas. Pada bagian lonceng tertera pabrik pembuat jam yaitu Vortmann Relinghausen. Vortman adalah nama belakang pembuat jam, Benhard Vortmann,sedangkan Recklinghausen adalah nama kota di Jerman yang merupakan tempat diproduksinya mesin jam pada tahun 1892.
Sumber : Wikipedia.